18 Mei 2011

Persiraja Dalam Catatan

Dua gol Bustaman pada menit 55 dan 81, serta sebiji gol dari Rustam Syafari pada menit 45 menasbihkan Persiraja sebagai juara Divisi Utama Perserikatan 1989/1980. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada 31 Agustus 1980 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Saat itu Persiraja sukses mengkandaskan Persipura Jayapura dengan skor 3 – 1, setelah lebih dahulu tertinggal 0 – 1 lewat gol yang diciptakan Leo Kapisa di menit 15, 30 menit kemudian Persiraja berhasil menyamakan kedudukan 1 – 1 hingga akhirnya unggul 3 - 1.

Itulah moment paling bersejarah dalam retas karier Persiraja sejak didirikan tahun 1953. Setelah tahun 1980 hingga kini tak ada lagi catatan yang membanggakan dari prestasi tim lantak laju dalam arungan kompetisi nasional di Indonesia.

Dalam catatan sejarah setelah menjuarai kompetisi di tahun 80, Persiraja sebenarnya mempunyai catatan prestasi yang tidak terlalu jelek walaupun tak juga bisa dikata bagus. Pada tahun 1986/1987 Persiraja bahkan turun kasta ke divisi satu setelah sebelumnya menempati posisi enam sebagai juru kunci grup barat.

Baru pada tahun 1992 Persiraja kembali promosi ke Divisi Utama setelah melalui babak 6 besar divisi satu di stadion Mandala Krida Yogjakarta. Bahkan saat itu Persiraja menyabet juara tiga setelah mengalahkan PSIR Rembang 2 – 1, salah satunya lewat gol yang diciptakan Dahlan Jalil.

Catatan lain terjadi Pada 1994, saat Persiraja berada posisi empat klasemen wilayah barat, yang mengantarkan persiraja berlaga di 8 besar yang diadakan di stadion Utama Gelora Bung Karno. Namun sayang penampilan Persiraja yang tergabung dalam grup K justru mengecewakan, dihajar Persib dan PSIR dengan skor sama 4 – 1 serta bermain imbang dengan PSM Makassar membuat Abdul Gamal dkk harus membuang mimpi masuk semifinal, Persiraja terjebak di dasar klasemen.
Persib yang saat itu diperkuat bintang Sutiono, Yusuf Bakhtiar dan Kekey Zakaria serta bintang timnas Robby Darwis memastikan diri sebagai juara setelah di final mengalahkan PSM 2 – 1 lewat gol Sutiono dan Yudi Guntara.

Di tahun berikutnya boleh dikata prestasi Persiraja terbilang stabil, pada kompetisi 94/95 dimana terjadi merger klub Galatama dan Perserikatan yang kemudian dikenal dengan nama Liga Indonesia Persiraja berada di peringkat 6 klasemen wilayah barat yang dihuni 17 tim. Pada saat itu publik bola Lampineung disugukan pertandingan menarik dengan klub klub papan atas Indonesia yang bertabur bintang. Sebut saja Peri sandria, top skorer dengan torehan 33 gol dari Bandung Raya pernah merasakan kegagahan Lampineung setelah ditekuk 1 – 0. Bukan itu saja tim sekelas Pelita Jaya dan Persib Bandung tak berdaya setelah kalah masing masing dengan skor 2 – 1 untuk Pelita dan 1 – 0 untuk Persib di Stadion Lampineung.

Pada masa pertengahan 90an eksistensi Persiraja terus terjaga, tim Laskar Rencong stabil dengan selalu berada pada papan tengah klasemen barat. Magis Lampineung turut memabantu mental pemain ketika bermain di kandang. Sebutan jago kandang tabal di tim Persiraja. Betapa tidak Persiraja hampir tak pernah kalah selama beberapa musim ketika bermain di kandang. Walaupun ketika bermain di luar kandang persiraja justru akrab dengan kekalahan.
Kesempatan untuk mengukir prestasi lebih tinggi datang lagi di musim 96/97. Bersama Persebaya, Bandung Raya dan Arema Persiraja lolos ke babak 12 besar mewakili wilayah barat. Saat itu kompetisi Liga Indonesia dipecah menjadi 3 wilayah masing masing barat, tengan dan timur, hal ini untuk menyiasati kemampuan keuangan klub mengingat jarak tempuh antar kota di Indonesia yang tergolong jauh dan memerlukan biaya sangat besar.

Tergabung di Group A, Persiraja gagal lolos ke semifinal setelah hanya berada di peringkat tiga klasemen hasil dari dua kali kalah dan sekali menang. Kemenangan 2 -1 atas Gelora Dewata tak berarti apa apa setalah Persiraja lagi lagi menderita kekalahan besar, dihajar Mitra Surabaya dan Persebaya dengan skor telak masing masing 4 – 1.

Protes atas kepemimpinan wasit menjadi catatan penting dalam sejarah kompetisi di Nusantara. Wasit yang selalu dianggap berpihak tuan rumah membuat banyak tim tamu gerah, untuk memperbaiki citra kompetisi akhirnya dalam laga final PSSI memutuskan menggunakan wasit asing dalam pertandingan antara Persebaya melawan Bandung Raya yang berakhir dengan kemenangan Aji Santoso, Jakcsen F Tiago dan kawan kawan atas Bandung Raya dengan skor 3 – 1.

Musim berikutnya 97/98 Persiraja kembali lolos ke putaran 12 besar. Namun akibat huru hara politik 1998 kompetisi terhenti. Petaka dimulai di musim kompetisi 98/99. Kekuatan Persiraja seakan sirna, Irwansyah top skorer Persiraja tak bisa berbuat banyak. Persiraja tertahan di posisi enam dari enam tim yang menghuni klasemen wilayah barat. Beruntung Persiraja yang diharuskan mengikuti babak Play off untuk bertahan di Divisi Utama selamat dari degradasi setelah menghajar Persita Tangerang 3 -1.

Petaka sesungguhnya terjadi pada musim 1999/2000, skuad yang antara lain diisi Irwansyah, Yourdi Kartika, Ali Shaha Gift dan Essama Raymond resmi terdegradasi setelah menempati peringkat 12 dari 14 tim wilayah barat. Bahkan 13 Juni 2000 peristiwa memalukan mencoreng tabal jago kandang, Persiraja dipermak 1 -5 oleh Persija di depan publiknya sendiri. Ebanda Timothe, Luciano Leandro dan Bambang Pamungkas pesta gol di gawang Persiraja. Di musim ini pula dalam status tuan rumah Persiraja dihajar Persikota 1 -3.

Berbagai usaha untuk kembali mengangkat Persiraja ke kasta teratas sepakbola Indonesia selalu gagal, beberapa kali lolos ke fase selanjutnya di Divisi Satu selalu berakhir dengan kegagalan, apalagi akibat konflik yang melanda Aceh dan Status Darurat Militer yang tidak memungkinkan menggelar pertandingan membuat Persiraja harus memindahkan home base ke Medan.

Duka cita mendalam akibat musibah tsunami pada Desember 2004 membuat langkah Persiraja terhenti. Sejumlah pemain utama Persiraja wafat dalam peristiwa memilukan tersebut. Saat itu persiraja tengah mengalami masa masa sulit dalam mengarungi kompetisi, berada pada posisi buncit membuat persiraja harusnya degradasi ke divisi dua, namun PSSI memberikan dispensasi untuk tidak memberikan sanksi degradasi bagi Persiraja.

Bersama PSSB BIreuen Persiraja kembali menapak di kancah tertinggi kompetisi nasional Liga Indonesia Divisi Utama. Tergabung di Group B babak 8 besar DIvisi Satu Persiraja yang bermain di Solo finish di urutan kedua setelah Persis Solo. Alvin Kie dan Antonio Teles adalah duo asing andalan Persiraja yang pada musim ini.

Pada 2007 PSSI mereformasi sistem kompetisi di Indonesia, dimana akan diadakan sistem kompetisi single group untuk level teratas jenjang kompetisi di Indonesia yang dinamakan Liga Super Indonesia. Kontestan Liga Super Indonesia diambil dari peringkat 1 hingga 9 group barat dan timur. Kebijakan ini sebenarnya ikut menyelamatkan Persiraja dan PSSB yang sebenarnya berada di lembah dasar klasemen group barat. Dengan digelarnya Liga Super Indonesia maka secara otomatis Liga Divisi Utama turun menjadi kompetisi kasta kedua dalam jenjang kompetisi nasional. Susunan secara hierarkhis dari atas ke bawah adalah Liga Super Indonesia (LSI), Divisi Utama, Divisi I, Divisi II dan yang paling rendah adalah Divisi III.

Pada musim 2008 dan 2009 Persiraja bersama PSSB Bireun dan PSAP Sigli berjuang untuk bisa masuk empat besar klasemen group untuk memudahkan langkah ke jenjang LSI, namun justru prestasi Persiraja dan dua tim Aceh lainnya belum menunjukkan trend positif dalam performa permainan. PSAP dan PSSB bahkan hanya berkutat di papan bawah dan berjuang untuk menghindari degradasi.

Angin segar persepakbolaan Aceh mulai berhembus pada musim 2010/2011. Empat tim yang ikut serta di Divisi Utama berasal dari Aceh, Persiraja, PSAP, PSSB dan PSLS Lhokseumawe ikut bertarung grup I. Dua tim Aceh bahkan lolos ke babak 8 besar yaitu PSAP dan Persiraja. Sementara PSSB Bireuen dipastikan terlempar ke Divisi I karena tak mampu bangkit dari zona Degradasi.

Akankah Persiraja kembali bisa menapaki altar kompetisi kelas satu di negeri ini Liga Super Indonesia (LSI) ? tinggal satu langkah lagi, jika berhasil menang di pertandingan semifinal yang digelar pada 22 Mei mendatang maka dipastikan tiket ke ISL sudah ditangan, jika kalah Persiraja harus bertarung untuk memperebutkan juara tiga untuk dapat lolos ke ISL. Jikapun kembali kalah maka Persiraja harus menjalani tarung Play Off dengan peringkat 15 ISL. Jika menang berarti lolos ke ISL dan jika kalah nasib kembali untuk berjuang di Divisi Utama kembali.

PSAP sendiri sudah memastikan diri untuk kembali berlaga di Divisi Utama setelah gagal lolos dari fase group babak 8 besar yang diadakan di Kutai, Kalimantan. Tim asuhan Anwar harus bersabar untuk kembali berjuang di musim berikutnya guna lolos ke babak 8 besar Divisi Utama.

Kita tunggu saja kiprah Persiraja di ISL..semoga....

Tidak ada komentar: