11 September 2011

Barat Tetaplah Barat

Presiden AS Barack Obama di depan parlemen Inggris mengatakan ditengah munculnya kekuatan-kekuatan baru, kepemimpinan Barat justru semakin terasa diperlukan. Ia mengatakan pengaruh Amerika, Inggris dan sekutu tetap tak tergantikan. Tentu kepemimpinan Barat harus menyesuaikan diri seiring waktu untuk mencerminkan tantangan ekonomi dan keamanan, demikian tambahnya.


Kita hanya bisa menduga-duga siapa yang disebut sebagai kekuatan-kekuatan baru itu. Kemungkinan kekuatan baru itu adalah negara-negara kekuatan ekonomi baru seperti Cina, Brasil, India atau Rusia dan beberapa negara lain yang membentuk persekutuan dengan mereka.
Tetapi bagi saya yang lebih menarik tentu saja adalah bahwa dari pidato itu bisa ditarik kesimpulan akan sebuah peringatan agar para pemimpin negara-negara Barat melakukan konsolidasi kekuatan seiring munculnya kekuatan baru itu. Agar pemimpin negara-negara Barat menjaga status quo. Barat adalah pemegang hegemoni tunggal dunia dan seharusnya begitu dan tak hendak itu dilepaskan.

Sejarah Barat

Kalau kita mundur kira-kira seratus tahun kebelakang, di pergantian abad 19 ke 20 hingga ke seperempat awal abad 20, ketika istilah Barat sebagai sebuah entitas politik, budaya, idiologi untuk pertama kalinya muncul; ada beberapa situasi yang mirip.
Istilah Barat muncul sebagai reaksi negara-negara Eropa Barat ketika terjadi pertarungan ide akan bagaimana sebuah negara sebaiknya diperintah setelah terjadi revolusi Rusia 1917 yang ada di timur mereka. Bukan sekadar pertarungan ide politik, tetapi juga ide sastra, filsafat, dan spiritualitas dari Rusia dan juga negara-negara Timur dianggap meracuni kemurnian Barat. Lebih parah lagi semua ide yang ''non-Barat'' dianggap inferior dan harus dicerahkan (untuk meneruskan ide pencerahan yang berujung pada penjajahan wilayah lain di dunia oleh Eropa Barat).
Pada saat yang bersamaan Eropa Barat yang rata-rata penjajah mencoba melakukan konsolidasi bersama setelah muncul gelombang anti kolonialisme menyebar di negara jajahan, yang kebanyakan juga terletak di Timur.


Karenanya sebetulnya istilah Barat adalah propaganda negara-negara Eropa Barat saat itu untuk secara sadar mengelompokkan diri dalam kesatuan, memisahkan diri antara mereka dan kita. Eropa Barat saat itu memerlukan sebuah demarkasi geografis, bahkan kalau itu imajiner sifatnya, untuk menunjukkan batas wilayah dimana identitas, budaya, cara berfikir maupun pilihan politik mereka berbeda dengan yang lain.
Bukan berarti di dalam tubuh mereka sendiri tidak ada perbedaan, tetapi demi kepentingan yang lebih luas mereka memaksakan diri untuk seolah menjadi satu kesatuan. Dengan cara itu, demikian perhitungan mereka, hegemoni bisa dipertahankan.

Barat tetap Barat

Sebagai istilah Barat kemudian perlahan-lahan lepas dari tangan kalangan akademis ke kalangan politisi dan masuk menjadi bahasa populer menggantikan istilah Eropa Barat hingga sekarang ini. Batas geografis imajiner menjadi tidak relevan dengan Amerika masuk dan bahkan menjadi pemimpin Barat.

Lawan mereka bukan lagi Timur, tetapi segala sesuatu yang bisa dibayangkan bukan Barat. Bisa selatan, kiri, kanan, utara, teroris, revolusioner, konservatif atau apa saja. Pada realitanya sekarang ini, kalau barat sedang senang dan kepentingan mereka terjaga, mungkin kita akan juga disebut negara Barat, setidaknya sekutu Barat.
Setiap kali ada potensi ancaman, mereka akan menekankan perlunya konsolidasi dan menganggap ancaman terhadap kepentingan mereka adalah ancaman terhadap kepentingan ummat manusia. Kalau Barat sedang menekan atau mengancam kekuatan lain maka itu demi kemaslahatan ummat manusia.
Dan Pidato Obama memastikan persepsi itu. ''Barat'' yang sekarang masih sama dengan ''Barat'' ketika lahir.

Artikel oleh : Yusuf Arifin, 26 May 2011
Diambil dari Blog BBC Indonesia, Blog dari Londoon.

18 Juli 2011

Sihir TKW



Kisah penyiksaan TKW kembali marak, terakhir adalah kisah tragis Ruyati yang dihukum pancung. Gara gara ini pula banyak diplomat Indonesia yang dicaci maki masyarakat, kok bisa seorang warga negara indonesia raya tercinta ini manjalani proses hukum dengan tuntutan hukuman mati pula tanpa didampingi?, dugaan sesat saya mungkin karena pengadilan disana berbahasa arab jadi diplomat kita kurang paham

Oke, kita tidak bahas tentang kerja diplomat, tapi kali ini yang akan kita bahas adalah soal tuduhan sihir oleh majikan terhadap TKW yang bekerja sebagai PRT di Saudi Arabia. Orang arab dikenal anti dan alergi dengan sesuatu yang dianggap sihir, alasannya karena itu masuk dalam dosa besar. Tragisnya banyak majikan yang melaporkan PRT nya melakukan sihir sehingga TKW tersebut harus berurusan dengan polisi, ada yang dihukum penjara, bahkan ada yang sempat dituntut mati karena kasus sihir. Ketika ada sesuatu yang mencurigakan majikan dengan mudah menuduh pembantunya melakukan sihir. Padahal, tuduhannya sama sekali tidak berdasar atau bahkan karena kebodohan majikan sendiri.

saya ingat salah satu cerita majalah Kartini tahun 80an, seorang TKW menceritakan kisah nya kepada pembaca. Alkisah, seorang TKW dituduh sihir karena kerupuk. Setelah menikmati masa liburan di Indonesia, TKW tersebut kembali ke arab dengan membawa oleh oleh dari kampung, dan salah satunya adalah kerupuk. Kita tentu paham bahwa kerupuk akan mengembang ketika di goreng, namun tidak dengan si majikan bodoh itu. "Masya Allah, kamu sihir itu makanan jadi besar" kata majikan sambil kaget. Penjelasan TKW ini tak cukup meyakinkan majikan, dengan segera majikan melaporkan TKW tersebut ke polisi.

Akhirnya, TKW ini mempraktekkan bagaimana kerupuk bisa mengembang saat di goreng di hadapan petugas polisi setelah semalam dia di sel di kantor polisi. Walhasil polisi pun mafhum, beruntung dia dilepas, bahkan polisi ikut nyicip "kerufuk sihr" buatan indonesia.

Untung lah mak erot tak membuka cabang di arab, atau mereka juga akan dituntut di pengadilan dengan tuduhan "zakr sihr"

24 Mei 2011

BONEKA, RUMAH, PETA



Malam tadi purnama, awan jadi sintelban yang setia mengiringi. kesana kemari, awan tak tentu arah. Seperti gundah di tengah kilau semesta purnama. Awan bak hati, juga kesana kemari hingga tumpah ke bumi. Seperti gasing yang berputar untuk menunggu saat berhenti, seperti hari yang menunggu tua. Demikian hati tetap pada satu tujuan, untuk kemudian berhenti. Stop. Tak bergerak lagi.

Saya berjalan dan singgah, bukan. Saya ingin menetap, kawan. Kawan perempuan. Untuk kedepan saya akan menetap dihati anda, seperti cerita kapal – kapalan saya, seperti cerita novel yang anda baca. saya tidak hendak berkawan, saya ingin taut anda.

Saya punya segenggam tanah liat. Ayo, kita bentuk ini jadi keramik. atau boneka. Kita beri dia mata, hidung yang besar, seperti hidungku, telinga, bibir, alis, dan tentu, lesung pipi. Kita beri dia peta agar dia bisa jalan nanti, dan kita buatkan dia rumah, agar tak kehujanan kelak. Tak ada cinta abadi, karena kita akan mati. Tapi, terimalah ini, boneka, peta dan rumah yang kita buat. Kita simpan saja cinta saya dan anda disana. Saya jamin, dia aman.

18 Mei 2011

Persiraja Dalam Catatan

Dua gol Bustaman pada menit 55 dan 81, serta sebiji gol dari Rustam Syafari pada menit 45 menasbihkan Persiraja sebagai juara Divisi Utama Perserikatan 1989/1980. Peristiwa bersejarah itu terjadi pada 31 Agustus 1980 di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta. Saat itu Persiraja sukses mengkandaskan Persipura Jayapura dengan skor 3 – 1, setelah lebih dahulu tertinggal 0 – 1 lewat gol yang diciptakan Leo Kapisa di menit 15, 30 menit kemudian Persiraja berhasil menyamakan kedudukan 1 – 1 hingga akhirnya unggul 3 - 1.

Itulah moment paling bersejarah dalam retas karier Persiraja sejak didirikan tahun 1953. Setelah tahun 1980 hingga kini tak ada lagi catatan yang membanggakan dari prestasi tim lantak laju dalam arungan kompetisi nasional di Indonesia.

Dalam catatan sejarah setelah menjuarai kompetisi di tahun 80, Persiraja sebenarnya mempunyai catatan prestasi yang tidak terlalu jelek walaupun tak juga bisa dikata bagus. Pada tahun 1986/1987 Persiraja bahkan turun kasta ke divisi satu setelah sebelumnya menempati posisi enam sebagai juru kunci grup barat.

Baru pada tahun 1992 Persiraja kembali promosi ke Divisi Utama setelah melalui babak 6 besar divisi satu di stadion Mandala Krida Yogjakarta. Bahkan saat itu Persiraja menyabet juara tiga setelah mengalahkan PSIR Rembang 2 – 1, salah satunya lewat gol yang diciptakan Dahlan Jalil.

Catatan lain terjadi Pada 1994, saat Persiraja berada posisi empat klasemen wilayah barat, yang mengantarkan persiraja berlaga di 8 besar yang diadakan di stadion Utama Gelora Bung Karno. Namun sayang penampilan Persiraja yang tergabung dalam grup K justru mengecewakan, dihajar Persib dan PSIR dengan skor sama 4 – 1 serta bermain imbang dengan PSM Makassar membuat Abdul Gamal dkk harus membuang mimpi masuk semifinal, Persiraja terjebak di dasar klasemen.
Persib yang saat itu diperkuat bintang Sutiono, Yusuf Bakhtiar dan Kekey Zakaria serta bintang timnas Robby Darwis memastikan diri sebagai juara setelah di final mengalahkan PSM 2 – 1 lewat gol Sutiono dan Yudi Guntara.

Di tahun berikutnya boleh dikata prestasi Persiraja terbilang stabil, pada kompetisi 94/95 dimana terjadi merger klub Galatama dan Perserikatan yang kemudian dikenal dengan nama Liga Indonesia Persiraja berada di peringkat 6 klasemen wilayah barat yang dihuni 17 tim. Pada saat itu publik bola Lampineung disugukan pertandingan menarik dengan klub klub papan atas Indonesia yang bertabur bintang. Sebut saja Peri sandria, top skorer dengan torehan 33 gol dari Bandung Raya pernah merasakan kegagahan Lampineung setelah ditekuk 1 – 0. Bukan itu saja tim sekelas Pelita Jaya dan Persib Bandung tak berdaya setelah kalah masing masing dengan skor 2 – 1 untuk Pelita dan 1 – 0 untuk Persib di Stadion Lampineung.

Pada masa pertengahan 90an eksistensi Persiraja terus terjaga, tim Laskar Rencong stabil dengan selalu berada pada papan tengah klasemen barat. Magis Lampineung turut memabantu mental pemain ketika bermain di kandang. Sebutan jago kandang tabal di tim Persiraja. Betapa tidak Persiraja hampir tak pernah kalah selama beberapa musim ketika bermain di kandang. Walaupun ketika bermain di luar kandang persiraja justru akrab dengan kekalahan.
Kesempatan untuk mengukir prestasi lebih tinggi datang lagi di musim 96/97. Bersama Persebaya, Bandung Raya dan Arema Persiraja lolos ke babak 12 besar mewakili wilayah barat. Saat itu kompetisi Liga Indonesia dipecah menjadi 3 wilayah masing masing barat, tengan dan timur, hal ini untuk menyiasati kemampuan keuangan klub mengingat jarak tempuh antar kota di Indonesia yang tergolong jauh dan memerlukan biaya sangat besar.

Tergabung di Group A, Persiraja gagal lolos ke semifinal setelah hanya berada di peringkat tiga klasemen hasil dari dua kali kalah dan sekali menang. Kemenangan 2 -1 atas Gelora Dewata tak berarti apa apa setalah Persiraja lagi lagi menderita kekalahan besar, dihajar Mitra Surabaya dan Persebaya dengan skor telak masing masing 4 – 1.

Protes atas kepemimpinan wasit menjadi catatan penting dalam sejarah kompetisi di Nusantara. Wasit yang selalu dianggap berpihak tuan rumah membuat banyak tim tamu gerah, untuk memperbaiki citra kompetisi akhirnya dalam laga final PSSI memutuskan menggunakan wasit asing dalam pertandingan antara Persebaya melawan Bandung Raya yang berakhir dengan kemenangan Aji Santoso, Jakcsen F Tiago dan kawan kawan atas Bandung Raya dengan skor 3 – 1.

Musim berikutnya 97/98 Persiraja kembali lolos ke putaran 12 besar. Namun akibat huru hara politik 1998 kompetisi terhenti. Petaka dimulai di musim kompetisi 98/99. Kekuatan Persiraja seakan sirna, Irwansyah top skorer Persiraja tak bisa berbuat banyak. Persiraja tertahan di posisi enam dari enam tim yang menghuni klasemen wilayah barat. Beruntung Persiraja yang diharuskan mengikuti babak Play off untuk bertahan di Divisi Utama selamat dari degradasi setelah menghajar Persita Tangerang 3 -1.

Petaka sesungguhnya terjadi pada musim 1999/2000, skuad yang antara lain diisi Irwansyah, Yourdi Kartika, Ali Shaha Gift dan Essama Raymond resmi terdegradasi setelah menempati peringkat 12 dari 14 tim wilayah barat. Bahkan 13 Juni 2000 peristiwa memalukan mencoreng tabal jago kandang, Persiraja dipermak 1 -5 oleh Persija di depan publiknya sendiri. Ebanda Timothe, Luciano Leandro dan Bambang Pamungkas pesta gol di gawang Persiraja. Di musim ini pula dalam status tuan rumah Persiraja dihajar Persikota 1 -3.

Berbagai usaha untuk kembali mengangkat Persiraja ke kasta teratas sepakbola Indonesia selalu gagal, beberapa kali lolos ke fase selanjutnya di Divisi Satu selalu berakhir dengan kegagalan, apalagi akibat konflik yang melanda Aceh dan Status Darurat Militer yang tidak memungkinkan menggelar pertandingan membuat Persiraja harus memindahkan home base ke Medan.

Duka cita mendalam akibat musibah tsunami pada Desember 2004 membuat langkah Persiraja terhenti. Sejumlah pemain utama Persiraja wafat dalam peristiwa memilukan tersebut. Saat itu persiraja tengah mengalami masa masa sulit dalam mengarungi kompetisi, berada pada posisi buncit membuat persiraja harusnya degradasi ke divisi dua, namun PSSI memberikan dispensasi untuk tidak memberikan sanksi degradasi bagi Persiraja.

Bersama PSSB BIreuen Persiraja kembali menapak di kancah tertinggi kompetisi nasional Liga Indonesia Divisi Utama. Tergabung di Group B babak 8 besar DIvisi Satu Persiraja yang bermain di Solo finish di urutan kedua setelah Persis Solo. Alvin Kie dan Antonio Teles adalah duo asing andalan Persiraja yang pada musim ini.

Pada 2007 PSSI mereformasi sistem kompetisi di Indonesia, dimana akan diadakan sistem kompetisi single group untuk level teratas jenjang kompetisi di Indonesia yang dinamakan Liga Super Indonesia. Kontestan Liga Super Indonesia diambil dari peringkat 1 hingga 9 group barat dan timur. Kebijakan ini sebenarnya ikut menyelamatkan Persiraja dan PSSB yang sebenarnya berada di lembah dasar klasemen group barat. Dengan digelarnya Liga Super Indonesia maka secara otomatis Liga Divisi Utama turun menjadi kompetisi kasta kedua dalam jenjang kompetisi nasional. Susunan secara hierarkhis dari atas ke bawah adalah Liga Super Indonesia (LSI), Divisi Utama, Divisi I, Divisi II dan yang paling rendah adalah Divisi III.

Pada musim 2008 dan 2009 Persiraja bersama PSSB Bireun dan PSAP Sigli berjuang untuk bisa masuk empat besar klasemen group untuk memudahkan langkah ke jenjang LSI, namun justru prestasi Persiraja dan dua tim Aceh lainnya belum menunjukkan trend positif dalam performa permainan. PSAP dan PSSB bahkan hanya berkutat di papan bawah dan berjuang untuk menghindari degradasi.

Angin segar persepakbolaan Aceh mulai berhembus pada musim 2010/2011. Empat tim yang ikut serta di Divisi Utama berasal dari Aceh, Persiraja, PSAP, PSSB dan PSLS Lhokseumawe ikut bertarung grup I. Dua tim Aceh bahkan lolos ke babak 8 besar yaitu PSAP dan Persiraja. Sementara PSSB Bireuen dipastikan terlempar ke Divisi I karena tak mampu bangkit dari zona Degradasi.

Akankah Persiraja kembali bisa menapaki altar kompetisi kelas satu di negeri ini Liga Super Indonesia (LSI) ? tinggal satu langkah lagi, jika berhasil menang di pertandingan semifinal yang digelar pada 22 Mei mendatang maka dipastikan tiket ke ISL sudah ditangan, jika kalah Persiraja harus bertarung untuk memperebutkan juara tiga untuk dapat lolos ke ISL. Jikapun kembali kalah maka Persiraja harus menjalani tarung Play Off dengan peringkat 15 ISL. Jika menang berarti lolos ke ISL dan jika kalah nasib kembali untuk berjuang di Divisi Utama kembali.

PSAP sendiri sudah memastikan diri untuk kembali berlaga di Divisi Utama setelah gagal lolos dari fase group babak 8 besar yang diadakan di Kutai, Kalimantan. Tim asuhan Anwar harus bersabar untuk kembali berjuang di musim berikutnya guna lolos ke babak 8 besar Divisi Utama.

Kita tunggu saja kiprah Persiraja di ISL..semoga....